Jumat, 13 Juni 2014


When something must happens, no matter what it will come soon by its way.......

Semua orang saya yakin sadar hal tersebut, tetapi mungkin hanya beberapa orang mungkin yang dengan sadar mampu menyikapinya dengan melihatnya sedikit filosofis. Saya katakan sedikit filosofis, karena setiap peristiwa tidak serta merta terjadi begitu saja, pasti di dalamnya ada paling sedikit
 1.     dengan cara apa;
 2.    karena apa; dan
 3.    untuk apa,
       peristiwa itu terjadi. 

Jika peristiwa baik dan bahagia yang terjadi tentunya dengan senang hati kita akan mengingat dan senang hati jika ditanyakan semua pertanyaan-pertanyaan di atas, lantas bagaimana jika hal buruk yang justru terjadi? Banyak dari kita yang cenderung melupakan dan bahkan kadang menderita karenanya. Saya adalah bagian dari mereka yang bersikap sama ketika saya mendapatkan suatu hal yang baik dan buruk, sampai ketika hari dimana saya pernah mengalami hal buruk dan secara tidak sadar belajar untuk melihat peristiwa yang saya alami tersebut dengan pikiran dan hati terbuka.

Kejadian naas itu terjadi pada hari Minggu pagi tanggal 3 Juni 2013 pukul 05.30. Jogging adalah suatu kegiatan yang sering saya lakukan sejak selesai solat subuh sampai pukul 6 pagi.

Hal yang berbeda dari biasanya adalah jogging yang saya lakukan pada hari itu adalah jogging hari pertama setelah hampir 2 minggu saya vakum. Selain itu, malam sebelum hari H saya sebenarnya sudah cukup kelelahan menyelesaikan tugas kuliah dan tidur malam menjelang jam 12 malam. Biasanya jika sudah kelelahan malam harinya, keesokan harinya saya tidak akan memaksakan untuk jogging. Entah kenapa pagi itu saya sepertinya bangun pagi dengan energi berlebih yang membuat saya masih begitu semangat untuk jogging dan bahkan menambah menjadi 2 kali putaran.

Dan akhirnya, kejadian naas itu terjadi. Tepat pada putaran kedua jogging, saat saya hendak mematikan musik MP3 dan mengeluarkan handphone dari kantong celana, dari sebelah kanan seorang pengendara motor secara tiba-tiba menarik handphone dari tangan saya dan melaju kencang meninggalkan saya yang hanya sempat berteriak “maling”, meski hanya sekali. Meski kejadian tersebut terjadi di pinggir jalan besar, karena hari minggu kondisi jalanan pada saat itu cukup sepi dan agak gelap ditambah langit yang mendung. Saya tidak meneruskan untuk berteriak histeris atau meminta tolong karena bagi saya adalah percuma.  Hanya satu dua orang di tepi jalan, yang tidak melihat peristiwa yang menimpa saya secara langsung, menoleh setelah mendengar teriakan saya dan hanya bertanya, “dijambret yah neng”. Saya mengangguk pelan dan meneruskan untuk berjalan meski dengan langkah gontai dan syok.

Dalam perjalanan kembali ke kos, pikiran saya mulai dipenuhi dengan berbagai macam pernyataan seperti “pantas saja saya begitu memaksakan untuk jogging, pantas saja saya ingin menambah putaran”.  Ini semua bukan keinginan saya, tetapi memang inilah yang harus terjadi. Allah-lah yang menghendaki ini semua terjadi. Semua keinginan dan semangat ini tidak seperti biasanya koq. Saya tidak bisa menghindarinya dan tentu saja saya tidak harus menyesali. Pasti ada alasan kenapa Allah menghendaki semua itu terjadi.

Ajaib. Sibuk memikirkan pernyataan-pernyataan tersebut, membuat saya begitu ikhlas dengan hilangnya handphone saya tetapi yang masih tertinggal adalah rasa takut dan ngeri saat ingat penjambret itu sempat menarik tangan saya.  Entah apakah ini yang saya sebut dengan “pencerahan”. 

Dari kejadian tersebut yang mungkin saya bisa simpulkan adalah sebuah peristiwa itu bisa terjadi, dan jika harus terjadi pasti ada banyak jalan entah dengan sesuatu yang sudah direncanakan sebelumnya atau tanpa disadari. Jalannya pun bisa saja dari luar atau dari dalam diri kita sendiri, seperti halnya yang saya alami. Kejadian naas yang terjadi pada saya adalah melalui keinginan dan semangat saya sendiri. 

Bukan tanpa alasan kenapa peristiwa itu harus terjadi kepada saya, meski sampai sekarang saya belum tahu secara pasti. Namun yang saya rasakan dampaknya adalah ada banyak waktu bagi saya lebih menyempatkan waktu untuk membaca dan mungkin untuk menulis kembali meski dengan menceritakan pengalaman saya ini dalam blog. Bukan untuk bermaksud menggurui atau meminta simpati, tetapi ingin berbagi untuk berpikir dengan cara yang lebih baik.



Selasa, 24 September 2013

Retell of story




(“Saat Engkau dibatas sebuah pengharapan, maka biarkanlah Tuhan yang menyelesaikan semua.” ).
Tere liye, penulis yang mampu membuatku tak pernah berhenti untuk terus membaca setiap kata per kata, membalikkan lembar demi lembar semua imajinasi yang ia tuliskan untuk menggambarkan setiap karakter, kisah dan konflik yang ada. Aku pun tak pernah malu untuk terisak di tengah-tengah membaca, dan menyelesaikannya dengan kondisi mata membengkak. Terhanyut dalam setiap potongan kisah yang ia sajikan. Tere Liye, salah satu penulis yang dengan “kejam”nya selalu berhasil mempermainkan emosi dalam setiap karyanya. Kini giliran Sunset bersama Rosie yang sepertinya kembali membuatku menjadi “korban”. Sekali lagi dan bukan yang terakhir kali.
Kini saatnya kututup lembar terakhir buku ini dan kubangkitkan kembali kisah mereka.

................................................................................................................................................................................
Sunset bersama Rosie, sebuah kisah cinta segitiga antara Tegar, Rosie dan Nathan. Dimulai dari persahabatan antara Tegar dan Rosie yang sudah terjalin selama puluhan tahun, menumbuhkan rasa yang  berbeda dalam diri Tegar kepada Rosie. Kisah yang seperti ini mungkin sudah menjadi hal yang klise. Persahabatan lalu akhirnya jatuh cinta. Sayangnya dalam kisah ini yang baru menyadari rasa berbeda itu hanyalah Tegar. Rasa cinta yang besar dalam diri Tegar kepada  Rosie, tidak memberikan kesempatan sedikitpun kepada Rosie untuk menyadarinya. Tegar selalu ada untuk Rosie. 
Jika kau ingin tahu bagaimana seseorang menyadari rasa sayang, maka berikan sedikit rasa yang menyakitkan. Pergilah…

Namun, hal itu tidak pernah dilakukan Tegar. Hingga muncullah Nathan yang merupakan sahabat Tegar. Perkenalan sesaat antara Nathan dan Rosie (karena Tegar), yang kenyataannya lebih agresif untuk menyatakan ketertarikannya kepada Rosie, membuat Nathan lebih menawan dihadapan Rosie. Dalam waktu yang tidak lama, Nathan ternyata mampu membuat Rosie mengatakan iya untuk janji kehidupan bersama. Sebuah pernikahan antara Nathan dan Rosie.

Dalam benak kalian pasti bertanya, dimana Tegar? Bagaimana Tegar? Kenapa bukan Tegar?

Inilah Tegar. Tegar yang tak mampu untuk mengambil kesempatan itu. Tegar yang tak memiliki keberanian seperti Nathan. Pengakuan Nathan dan jawaban Rosie membuat Ia tak memiliki harapan lagi. Kala itu, Tegar tidaklah setabah dan setangguh namanya.
Kalian pasti bisa membayangkan bagaimana terlukanya saat kita yang sudah puluhan tahun selalu bersama dengan seseorang, memendam rasa yang khusus dan menyimpan jutaan kenangan bersama-bersama, harus kehilangan dan mengalah dengan “orang asing”.
Itulah yang terjadi dengan Tegar. Hampir semua dalam hidupnya hanya ada Rosie. Semua tentang Rosie. Lalu tiba-tiba seorang Nathan, yang hanya beberapa bulan mengenal Rosie telah mampu merebut Rosie darinya. Tak hanya merampas Rosie, tapi semua kenangan dan mimpi-mimpi Tegar.

Tegar menghilang dan menjauh dari kehidupan Rosie. Ia memaksa dirinya mengubur semua tentang Rosie.

Ada banyak cara menikmati sepotong kehidupan saat kalian sedang tertikam belati sedih. Salah satunya dengan menerjemahkan banyak hal yang menghiasi dunia dengan cara tak lazim. Saat melihat gumpalan awan di angkasa. Saat menyimak tampias air yang membuat bekas di langit kamar. Dengan pemahaman berbeda maka kalian akan merasakan sesuatu yang berbeda pula (Tere liye, 2011:108).

(“Hanya waktu yang akan mampu menyembuhkan sebuah luka...)
Kehidupan terus berjalan. Rosie dan Nathan yang akhirnya memiliki 4 kuntum bunga. Anggrek, Sakura, Jasmine dan Lili dan mengelola sebuah resort di sebuah kawasan wisata Gili Trawangan, Lombok. Sungguh lengkap bukan kebahagiaan mereka. Kehidupan yang nyaman dan keempat putri yang cantik.
Sementara itu, di sebuah perusahaan sekuritas terkenal di Jakarta, seorang pria berusia 30an. Seorang pria yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan bekerja hampir 18 jam sehari, hingga mampu membuat karirnya begitu melesat. Pria dengan seorang tunangan yang begitu cantik dan telah 6 tahun  menemaninya, Sekar. Hanya tinggal menunggu waktu bagi mereka berdua  untuk mengucapkan sebuah janji kehidupan, sebuah pernikahan. Pria itu tak lain adalah Tegar.
Terjawab sudah kemana Tegar selama ini. Beberapa tahun lamanya dia membenamkan diri dalam pekerjaan, rutinitas tanpa henti. Belajar untuk melupakan dan meredupkan debaran hati tatkala mengingat nama itu. Hingga Sekar, wanita yang awalnya hanya pelarian hati Tegar, dengan sabar dan pengertian telah memberikan rasa nyaman dalam diri Tegar.
(Sekali lagi, sebuah persahabatan menimbulkan cinta).
Takdir telah mempertemukan kembali Tegar dan Rosie untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Kala itu Rosie telah memiliki Anggrek yang sudah berusia 6 tahun dan Sakura berusia 3 tahun. Rosie yang memang telah lama mencari Tegar, yang tanpa ia sengaja mengetahui alamat apartemen Tegar dari catatan Oma tanpa meminta ijin kepada Tegar, segera menemui Tegar di apartemennya. Oma, nenek Rosie yang memang sengaja tidak menceritakan keberadaan Tegar,  telah mengetahui lebih awal kabar Tegar setelah Tegar menelponnya. Oma, wanita inilah yang mengetahui semuanya tentang Tegar dan Rosie, karena itulah hanya kepada Oma, Tegar mampu menceritakan semuanya.
Pertemuan awal ini membuat Tegar kembali berada dalam kehidupan Rosie. Hingga keempat putri Rosie terlahir, Tegar selalu menjadi seorang sosok paman yang keren, super dan hebat bagi keempat putri Rosie.
Apakah Tegar tetap mencintai Rosie sama seperti dulu?   
Kehidupan terus berjalan, hingga sebuah kejadian yang tak pernah ada dalam scenario pikiran Tegar dan Rosie telah terjadi. Inilah awal dimana takdir yang sebenarya mulai terurai.
Peristiwa Bom Bali yang akhirnya menewaskan Nathan. Saat itu, keluarga Rosie dan Nathan memang tengah berlibur dan menikmati sunset di Bali untuk merayakan ulang tahun Rosie. Kematian Nathan membawa luka yang mendalam bagi Rosie hingga membuatnya depresi berat. Depresi yang begitu hebatnya membuatnya selama 2 tahun harus berada di tempat perawatan kejiwaan karena ia mencoba untuk bunuh diri dan bahkan mengancam hidup keempat anaknya. Tak hanya Rosie, Lili si bungsu pun tak mampu bicara bukan karena ia tak bisa, tapi peristiwa naas itu membuatnya tak ingin bicara.
Semua peristiwa ini memaksa Tegar untuk mengorbankan banyak hal. Rencana pernikahan dan karir pekerjaannya di Jakarta yang tengah bersinar, karena keempat kuntum bunga itu sangat membutuhkan paman super keren dan hebat.  Mereka harus belajar memaafkan keadan dan rasa sakit yang ada, tetapi tidak melupakannya.
Kunang-kunang hanya mampu menyalakan ekornya semalaman. Esok pagi ketika matahari datang, lampu kunang-kunang akan padam selamanya. Mati pergi. Tetapi mereka tidak pernah mengeluh atas takdir yang sesingkat itu. Mereka tidak pernah menangis atas nasib sependek itu. (tere liye, 2011:148).
(Semua yang kita lakukan hari ini menentukan apa yang akan terjadi di masa mendatang…)
2 tahun kebersamaan Tegar bersama dengan keempat putri Rosie membawa sebuah kedekatan. Sebuah ikatan yang kuat antara Tegar dan keempat putri Rosie. Saat orang melihatnya mungkin lebih pantas jika menyebut kedekatan mereka layaknya seorang ayah dan keempat putrinya.
Sebenarnya bukan hanya keempat putri Rosie yang merasakan kedekatan itu, Rosie pun merasakan kembali perasaan itu. Perasaan yang tidak pernah dimengerti Rosie semenjak bertahun-tahun yang lalu kepada Tegar. Perasaan yang pernah membuat Rosie hampir membatalkan pernikahannya dengan Nathan, saat Oma mengatakan perasaan Tegar yang sebenarnya sesaat sebelum Rosie menikah. Hingga pernikahan itu sempat tertunda 6 bulan lamanya, dan Tegar tidak tahu tentang itu.
Saat Rosie dan keempat putrinya tengah merasakan begitu dekat dengan Tegar, Sekar yang memang telah mengetahui semua tentang Rosie dari Tegar merasa jauh dari Tegar. Sekar yang telah lama membohongi diri sendiri untuk yakin bahwa perasaan Tegar kepada Rosie hanyalah sebungkus kisah lama, kini perasaan itu semakin menyiksa dirinya saat kenyataan yang ia lihat berlawanan dengan yang ia pikirkan. Ia semakin tau bahwa ia tak akan pernah mampu bersaing dengan masa lalu itu. Janji kehidupan dari Tegar tak akan mampu diwujudkan. Ia takut dengan harapan-harapan. Ia lebih memilih untuk mundur, membakar rasa sayangnya kepada Tegar dengan membatalkan rencana pernikahan dan menerima pinangan dari orang lain yang mencintainya. Pergi jauh dari Tegar dan semua tentang Tegar. Lebih mudah untuk menerima seseorang yang lebih mencintainya daripada harus mencintai.
Tukik yang semenjak dilahirkan ditimbun dalam hamparan pasir, mereka telah ditanamkan perasaan setia untuk mengenali aroma lingkungan tempatnya dilahirkan. Mengenali udara, suhu, matahari, angin yang berhembus dan setiap jengkal muasal mereka. Tatkala mereka telah menetas dan mulai merangkak perlahan di tepi pantai seiring cahaya matahari terbit, mereka mengikrarkan janji setia. Mereka akan pergi bertualang menjelajahi samudera luas, beranjak dewasa, bertualang dan mengenal setiap sudut kehidupan lautan. Tapi saat mereka bersiap untuk mencari pasangan, mereka akan kembali di tempat mereka dilahirkan, menunaikan janji setia yang pernah mereka ikarkan.
Ajaibnya, penyu-penyu ini hanya memiliki satu pasangan selama hidupnya. Saat mereka kembali untuk pertama kalinya secara naluriah mereka hanya akan jatuh cinta kepada wanita yang pertama kali ditemuinya. Saat membentuk barisan di pantai dulu, saat kanak-kanak. (Tere liye, 2011;275-276)
Kali ini Tegar merasa terjebak saat Linda, sahabat Rosie menceritakan keputusan Sekar untuk menikah dengan orang lain yang tidak pernah ia cintai. Linda telah menceritakan bagaimana selama 2 tahun terakhir semenjak Tegar berkorban untuk menemani keempat putri Rosie, Sekar berusaha berjuang membunuh semua perasaan-perasaan dan kebahagiaannya.
Terjebak dalam kehidupan masa lalu dan sebuah janji kepada seorang yang begitu besar mencintainya. Ia tahu bagaimana rasanya sayang yang begitu besar justru semakin membakar diri. Ia tahu bagaimana saat mimpi-mimpi yang sudah di depan mata hanya berakhir dengan sebuah harapan kosong. Ia harus memilih.
Pengalaman hidup dan kedekatannya dengan Tegar, membuat Oma mampu melihat kegelisahan Tegar saat itu. Ia pun mampu melihat benih-benih cinta yang tumbuh di mata Rosie. Oma harus melakukan sesuatu. Tegar tidak boleh melakukan kesalahan yang sama dengan beberapa tahun yang lalu, saat ia tidak berani mengambil kesempatan itu. Lebih menyakitkan rasa penyesalan karena sesuatu hal yang tidak kita lakukan dibandingkan penyesalan karena suatu hal yang pernah kita lakukan.
Tegar, bukan sebuah kesalahan jika kita menyerahkan sebuah kesempatan pada suratan nasib. Biarkanlah itu seperti itu. Andaikata itu takdir yang terbaik, maka akan ada sesuatu yang membelokkan semua kenyataan. Tapi sepanjang itu belum terjadi, mawar tidak akan pernah tumbuh di tegarnya karang. Karena itu, Tuhan, ku titipkan seluruh urusan ini hanya kepada-Mu. Jika Engkau biarkan menghendaki mawar itu tumbuh, maka biarkanlah itu terjadi.
Akhirnya Tegar telah membuat pilihan. Ia akan membatalkan pernikahan Sekar dan melanjutkan kembali rencana-rencana mereka. Anak-anak akan baik-baik saja bersama ibu mereka, Rosie. Anak-anak akan mengerti itu. Pernikahan Sekar dan Tegar akan dilangsungkan, dengan baju pernikahan, undangan dan mahar yang sama.
Dan tibalah hari ini, hari yang paling menentukan bagi Tegar dan Sekar. 
.................................................................................................................................................................


Saat ku tuliskan kembali kisah ini, yang ada di benakku adalah kini Tegar dan Rosie sedang duduk menikmati beberapa detik pertunjukan warna langit. Kuning, oranye, biru dan ungu yang berpendar. Perayaan langit yang semarak tanpa suara. Hingga surya perlahan turun, saatnya malam yang tenang mengambil alih.  Menikmati beberapa detik yang menakjubkan.
“Setiap detik yang terjadi sebelum sebuah peristiwa besar dalam hidup adalah saat-saat tepat bagi kita melepaskan segala ketergantungan kita pada dunia dan kesombongan diri. Pasrahkan, karena disaat itulah Tuhan dalam takdir-Nya yang akan menentukan. “
Seperti kisah Tegar dan Rosie ini yang ditentukan sesaat sebelum pernikahan Tegar dan Sekar berlangsung. Lili yang tidak pernah bicara kepada siapapun., justru takdir Tuhan berbicara melalui Lili. “Lili tak ingin memanggil Paman, Uncle atau Om seperti Kak Anggrek, Sakura dan Jasmine, tapi Lili ingin memanggil Papa Tegar.” Sekar mengalah, Ia bukanlah ditakdirkan untuk Tegar. Tuhan telah memberikan jawaban.




Sebuah persembahan..
21 September 2013. 20.46 pm
Ditemani segelas kopi dan hujan