Sinergi hati dengan panca indera
(part 1).
Ketika hati turut
mendengar……
Sebuah judul tulisan yang kudapat
setelah melihat sebuah video youtube
nyanyian seorang anak pengamen jalanan berusia sekitar 9 tahun. Dari layar
kabur hasil video amatir, ku awali dengan ketertarikan pada suara yang khas
melayu dengan petikan gitar kecilnya yang begitu semangat, mengalun lah sebuah
lagu ceria dan berlanjut pada rasa ingin tahu pada pemilik suara. Begitu besar
ingin tahu, hingga aku harus berusaha keras untuk menggunakan keempat mataku
ini memperhatikan sosok kecil yang secara samar. Terlihat sosok anak lelaki
dengan penampilan yang boleh dikatakan sangatlah sederhana, namun tak
menghilangkan keceriaan dan tawa nakalnya. Ternyata suara itu sejalan dengan
bayangan ku sebelumnya. Dari suaranya menyanyikan lagu. Ia pasti anak yang
ceria dan konyol gaya khas anak kecil. Kini
yang kulihat tak jauh dengan imajinasiku, begitu semangat ia mendendangkan sebuah lagu dengan petikan gitarnya.
Entah apa yang membuatnya begitu
semangat mendendangkan sebuah lagu. Mungkin saat itu aku tak berada disana,
tapi dari suaranya menyanyikan sebuah lagu, mampu menggerakkanku untuk
menggambarkan bagaimana ia dan bahkan tak terasa justru membuat air mata ini
menetes di pipi. Terasa begitu banyak semangat dan keceriaan yang jujur, tanpa
beban. Mengamen di usia belia untuk menghidupi kebutuhannya tak menghilangkan
keceriaan yang terdengar di balik suara merdunya. Sungguh, serasa diri ini
tidak lebih kuat dibandingkan anak itu.
Penggambaran dan perasaan ini
semuanya kudapat dari mendengar. Meski
tak langsung melihat dan menyaksikan
anak kecil itu menyanyi, tapi inilah kenyataan, tak selamanya kita melihat dan
mengetahui segala sesuatu dengan melihat secara langsung. Tetapi dalam
kenyataanya, kita seringkali hanya mengetahui sesuatu dari mendengar.
Mendengar
bagiku bukanlah hanya sekedar menggunakan telinga, sebagai sarana untuk
memproses suara yang masuk dan keluar begitu saja, yang mungkin sering kali
terdengar ungkapan “masuk kuping kanan keluar kuping kiri”. Tiada manfaat,
hanya selintas saja tak mungkin bertahan lama. Mungkin jika hanya melibatkan
proses semacam itu tak mungkin lagi kita mendengar video anak kecil itu di
youtube, suara tartil al quran, ceramah agama, air mata ini akan menetes, dan
hanya diam tanpa ikut tertawa saat mendengarkan suara radio dengan celoteh dan
canda ringan dari penyiar tertawa. Jikalau memang seperti itu, begitu hambar
sekali rasanya.
Dari mendengar pula, seorang
ustadz/kyai dicintai oleh para jemaahnya karena tausiahnya, sebuah
band/penyanyi dengan lagu andalannya akan dikenal oleh masyarakat dan fansnya,
dan dari mendengar pula, sebagai salah satu cara sebuah hadits tersampaikan
kepada umat. Dengan mendengar pula seorang motivator mampu mempengaruhi peserta
untuk bergerak maju dan merubah kehidupan mereka.
Sungguh menarik. Kenapa bisa seperti
itu? Mendengar bagaimana yang
dimaksud? Mendengar yang bagaimana
yang mampu membuat dan menggerakkan untuk menangis, tertawa, tertarik hingga
ingin bertemu, mengikuti dan meyakini sesuatu?
Ternyata, sebuah tangis, gelak tawa, dan tertawa bukan kudapat dari mendengar yang sekedar melibatkan
telinga, tapi ternyata ada hati. Ya, hati ini turut andil untuk ikut mendengar.
Ketika hati terbuka untuk turut mendengar
dan merasakan bagaimana sebuah bacaan tartil, alunan musik, sebuah cerita dan
nasihat yang diberikan semuanya terasa menyentuh, terasa sesuai dengan yang pernah
dialami, sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan sesuai yang dipikirkan.
Sama saja dengan ketika sebuah
pengalaman dan kejadian yang belum pernah dialami, ketika diceritakan dan
didengar, terasa diri ini seolah-olah berada dan mengalami secara langsung. Apapun
bentuknya, ketika mendengar berita
sedih, air mata secara tak sengaja menetes, mendengar
cerita seseorang yang sedang dirundung masalah dan kesulitan, menimbulkan
simpati (mendorong kita untuk membantu), dan gelak tawa pun
tak terelakkan ketika mendengar cerita jenaka.
Ini sangat terasa berbeda jika kita
hanya sekedar mendengar. Sudah sering kita mengalaminya dalam kehidupan kita,
ketika kita kuliah kita mendengar seorang dosen/guru menerangkan sebuah materi yang
menurut kita membosankan atau materinya tidak disuka, akankah tergerak untuk
memperhatikan? atau berlama-lama untuk mendengar? Tentu saja tidak, tak ada timbal
balik karena dengan sengaja kita telah menutup hati untuk turut mendengar.
Inilah yang disebut dengan keanehan
yang ajaib, ketika hati terlibat untuk mendengar, satu kata akan terasa memilki
berjuta-juta makna bagi pendengarnya. Sebuah kalimat yang ringan dari seseorang
yang tidak kenal sebelumnya menggerakkan seluruh sistem tubuh untuk melakukan
sesuatu apa yang didengar dari orang lain. Ini semua berlaku bila hati bekerja
sama, bersinergi dan harmonis dengan pendengaran.
Semoga Allah senantiasa menjaga hati
ini dan menjaga kelembutannya agar telinga ini tidak hanya mampu mendengar dengan
baik tapi juga mampu memperdengarkan hal yang baik.
1 komentar:
Diantara banyak kalimat, angkat jempol untuk kalimat terakhir. Aamin, smoga اَللّÙ‡ُ mengijabah. ^-^
Posting Komentar