Senin, 12 Agustus 2013

Hatiku pun Mendengar


Sinergi hati dengan panca indera (part 1).
Ketika hati turut mendengar……
Sebuah judul tulisan yang kudapat setelah melihat sebuah video youtube nyanyian seorang anak pengamen jalanan berusia sekitar 9 tahun. Dari layar kabur hasil video amatir, ku awali dengan ketertarikan pada suara yang khas melayu dengan petikan gitar kecilnya yang begitu semangat, mengalun lah sebuah lagu ceria dan berlanjut pada rasa ingin tahu pada pemilik suara. Begitu besar ingin tahu, hingga aku harus berusaha keras untuk menggunakan keempat mataku ini memperhatikan sosok kecil yang secara samar. Terlihat sosok anak lelaki dengan penampilan yang boleh dikatakan sangatlah sederhana, namun tak menghilangkan keceriaan dan tawa nakalnya. Ternyata suara itu sejalan dengan bayangan ku sebelumnya. Dari suaranya menyanyikan lagu. Ia pasti anak yang ceria dan konyol gaya khas anak kecil. Kini yang kulihat tak jauh dengan imajinasiku, begitu semangat ia mendendangkan sebuah lagu dengan petikan gitarnya. 
Entah apa yang membuatnya begitu semangat mendendangkan sebuah lagu. Mungkin saat itu aku tak berada disana, tapi dari suaranya menyanyikan sebuah lagu, mampu menggerakkanku untuk menggambarkan bagaimana ia dan bahkan tak terasa justru membuat air mata ini menetes di pipi. Terasa begitu banyak semangat dan keceriaan yang jujur, tanpa beban. Mengamen di usia belia untuk menghidupi kebutuhannya tak menghilangkan keceriaan yang terdengar di balik suara merdunya. Sungguh, serasa diri ini tidak lebih kuat dibandingkan anak itu. 
Penggambaran dan perasaan ini semuanya kudapat dari mendengar. Meski tak  langsung melihat dan menyaksikan anak kecil itu menyanyi, tapi inilah kenyataan, tak selamanya kita melihat dan mengetahui segala sesuatu dengan melihat secara langsung. Tetapi dalam kenyataanya, kita seringkali hanya mengetahui sesuatu dari mendengar.
Mendengar bagiku bukanlah hanya sekedar menggunakan telinga, sebagai sarana untuk memproses suara yang masuk dan keluar begitu saja, yang mungkin sering kali terdengar ungkapan “masuk kuping kanan keluar kuping kiri”. Tiada manfaat, hanya selintas saja tak mungkin bertahan lama. Mungkin jika hanya melibatkan proses semacam itu tak mungkin lagi kita mendengar video anak kecil itu di youtube, suara tartil al quran, ceramah agama, air mata ini akan menetes, dan hanya diam tanpa ikut tertawa saat mendengarkan suara radio dengan celoteh dan canda ringan dari penyiar tertawa. Jikalau memang seperti itu, begitu hambar sekali rasanya.
Dari mendengar pula, seorang ustadz/kyai dicintai oleh para jemaahnya karena tausiahnya, sebuah band/penyanyi dengan lagu andalannya akan dikenal oleh masyarakat dan fansnya, dan dari mendengar pula, sebagai salah satu cara sebuah hadits tersampaikan kepada umat. Dengan mendengar pula seorang motivator mampu mempengaruhi peserta untuk bergerak maju dan merubah kehidupan mereka.
Sungguh menarik. Kenapa bisa seperti itu? Mendengar bagaimana yang dimaksud? Mendengar yang bagaimana yang mampu membuat dan menggerakkan untuk menangis, tertawa, tertarik hingga ingin bertemu, mengikuti dan meyakini sesuatu? 
Ternyata, sebuah tangis, gelak tawa, dan tertawa bukan kudapat dari mendengar yang sekedar melibatkan telinga, tapi ternyata ada hati. Ya, hati ini turut andil untuk ikut mendengar
Ketika hati terbuka untuk turut mendengar dan merasakan bagaimana sebuah bacaan tartil, alunan musik, sebuah cerita dan nasihat yang diberikan semuanya terasa menyentuh, terasa sesuai dengan yang pernah dialami, sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan sesuai yang dipikirkan. 
Sama saja dengan ketika sebuah pengalaman dan kejadian yang belum pernah dialami, ketika diceritakan dan didengar, terasa diri ini seolah-olah berada dan mengalami secara langsung. Apapun bentuknya, ketika mendengar berita sedih, air mata secara tak sengaja menetes, mendengar cerita seseorang yang sedang dirundung masalah dan kesulitan, menimbulkan simpati (mendorong kita untuk membantu), dan gelak tawa pun tak terelakkan ketika mendengar cerita jenaka. 
Ini sangat terasa berbeda jika kita hanya sekedar mendengar. Sudah sering kita mengalaminya dalam kehidupan kita, ketika kita kuliah kita mendengar seorang dosen/guru menerangkan sebuah materi yang menurut kita membosankan atau materinya tidak disuka, akankah tergerak untuk memperhatikan? atau berlama-lama untuk mendengar? Tentu saja tidak, tak ada timbal balik karena dengan sengaja kita telah menutup hati untuk turut mendengar.
Inilah yang disebut dengan keanehan yang ajaib, ketika hati terlibat untuk mendengar, satu kata akan terasa memilki berjuta-juta makna bagi pendengarnya. Sebuah kalimat yang ringan dari seseorang yang tidak kenal sebelumnya menggerakkan seluruh sistem tubuh untuk melakukan sesuatu apa yang didengar dari orang lain. Ini semua berlaku bila hati bekerja sama, bersinergi dan harmonis dengan pendengaran. 
Semoga Allah senantiasa menjaga hati ini dan menjaga kelembutannya agar telinga ini tidak hanya mampu mendengar dengan baik tapi juga mampu memperdengarkan hal yang baik.


  

1 komentar:

Chitra mengatakan...

Diantara banyak kalimat, angkat jempol untuk kalimat terakhir. Aamin, smoga اَللّÙ‡ُ mengijabah. ^-^

Posting Komentar